Senin, 19 Januari 2009

Metode Memperoleh Ilmu Pengetahuan (Rasionalisme, Empirisme, Positivisme, dan Intuisionisme)

Rasionalisme. Jalan ini bertolak dari asumsi bahwa hakekat pengetahuan adalah ide (akal). Oleh sebab itu, jalan ini menggunakan akal sebagai perantara (alat) dengan cara menghubungkan data-data satu sama lain secara rasional. Memang betul, bahwa metode ini tidak bisa menafikan bantuan panca indra, tetapi hal itu hanya dijadikan sebagai perantara saja, akal-lah yang berperan untuk mengabtraksikannya sehingga terbentuk konsep-konsep rasional atau ide universal. Prinsip-prinsip universal (konsep-konsep) tersebut merupakan abtraksi dari benda-benda kongkrit, seperti hukum kausalitas. Contoh yang kongkrit dari penggunaan metode ini adalah pada penyusunan matematika yang disusun dan dirumuskan berdasarkan pada logika-logika rasional untuk menetapkan aksioma-aksioma (pernyataan yang dianggap benar).

Empirisme. Cara (metode) ini berangkat dari anggapan bahwa dunia real (nyata) memang benar-benar ada, obyektif dan universal. Subyek (manusia) hanyalah dianggap memfoto kopi gambaran obyektif dari dunia empiris. Oleh karena itu, jalan untuk mendapatkan pengetahuan menggunakan perantara (bantuan) panca indra. Pengamatan indrawi mempunyai peran yang strategis dan urgen dalam mandapatkan pengetahuan tersebut. Pengalaman empirik merupakan satu-satunya jalan yang harus ditempuh dan merupakan standartisasi apakah pengetahuan itu sah atau tidak sah. Misalnya, bila kita ingin mengetahui bahwa es itu dingin, maka kita harus benar-benar merasakannya, bisa lewat menyentuhnya, atau mendekatkan diri dengannya.

Positivisme. Positivisme ini merupakan sintesa antara metode empirisme dan rasionalisme. Bila empirisme hanya membatasi diri pada pengalaman indrawi (relitas empirik), dan rasionalisme hanya membatasi pada kekuatan rasio (akal) saja, positivisme merupakan gabungan (sintesa) dari keduanya. Pengalaman empirik dijadikan dasar untuk mengumpulkan data dan akal-lah yang berusaha merumuskan hukum-hukum yang bersifat universal. Secara sederhana positivisme berasal dari kata positif (yang diketahui, yang faktual dan yang positif). Segala yang bertolak belakang dengan fakta atau kenyataan harus dikesampingkan. Positivisme hanya memfokuskan pada gejala-gejala (fenomena) yang tampak, nyata, dan dapat diukur.

Intiusionisme. Cara (metode) ini mengunakan intuisi untuk mendapatkan pengetahuan yang langsung, mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriyah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analitis, menyeluruh mutlak dan tanpa dibantu oleh penggambaran yang simbolis. Karena itu intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Dalam tradisi sufi Islam sering disebut dengan ma’rifah yaitu pengetahuan yang datang dari Allah melalui penyinaran (emanasi). Intuisionisme diperoleh dengan jalan perenungan yang konsisten (tradisi ini dikembangkan oleh ilmuan Barat (fisikawan) yang sering kali tidak mempunyai agama formal). Sedang di Islam diperoleh, di samping dengan jalan perenungan yang konsisten, juga karena adanya penyinaran dari Allah. Produk dari jalan ini adalah pengetahuan yang bersifat universal, mutlak, transenden dan bukanlah pengetahuan yang sesaat (relatif).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar